Teori Pembelajaran IPA untuk PTK, Skripsi atau Tesis Lengkap Video Belajar IPA
a. Hakikat IPA
Sains menurut Depdiknas (2004:3) adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena di alam semesta. Sains memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam melalui kegiatan empirik yang dapat diperoleh melalui eksperimen laboratorium atau alam bebas. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Carin & Sund (1985:4) “Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation”. Sains adalah sebuah sistem pengetahuan tentang alam semesta melalui kumpulan data dari observasi atau eksperimen.
Collete & Chiapetta (1994:30) menyatakan pendapatnya tentang sains,
yaitu: “science should viewed as a way thinking in the pursuit of
understanding nature, as the way investigation claim about phenomena,
and as a body of knowledge that has resulted from inquiry”. Bahwa sains
harus dipandang sebagai suatu cara berpikir dalam upaya memahami alam,
sebagai suatu cara penyelidikan tentang gejala, dan sebagai suatu
kumpulan pengetahuan yang didapatkan dari proses penyelidikan. Sains
disini adalah suatu cara berpikir dan cara penyelidikan untuk mencapai
suatu ilmu pengetahuan tentang alam.
Dalam Trianto (2007:102), IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,
lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur dan sebagainya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ada tiga kemampuan
dalam IPA yaitu: 1) Kemampuan mengetahui yang diamati; 2) kemampuan
memprediksi apa yang belum diamati dan kemampuan untuk menguji tindak
lanjut dari hasil eksperimen dan; 3) dikembangkannya sikap ilmiah.
Sumaji, dkk (1998:31) menyatakan bahwa sains adalah suatu disiplin ilmu
yang terdiri atas physical sciences dan life sciences. Termasuk dalam
physical sciences adalah ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi,
meteorologi, dan fisika, sedangkan life sciences meliputi biologi,
zoologi dan fisiologi.
Menurut BSNP (2006:1), Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam dapat dilihat melalui dua aspek yaitu biologis dan fisis. Aspek
biologis, mata pelajaran IPA mengkaji berbagai persoalan yang berkait
dengan berbagai fenomena pada makhluk hidup pada berbagai tingkat
organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan, pada
dimensi ruang dan waktu. Untuk aspek fisis, IPA memfokuskan diri pada
benda tak hidup, mulai dari benda tak hidup yang dikenal dalam kehidupan
sehari-hari seperti air, tanah, udara, batuan dan logam, sampai dengan
benda-benda di luar bumi dalam susunan tata surya dan sistem galaksi di
alam semesta.
Masih menurut BSNP (2006:1), untuk aspek kimia, IPA mengkaji berbagai fenomena/gejala kimia baik pada makhluk hidup maupun pada benda tak hidup yang ada di alam semesta. Ketiga aspek tersebut, ialah aspek biologis (biotis), fisis, dan khemis, dikaji secara simultan sehingga menghasilkan konsep yang utuh yang menggambarkan konsep-konsep dalam bidang kajian IPA. Khusus untuk materi Bumi dan Antariksa dapat dikaji secara lebih dalam dari segi struktur maupun kejadiannya.
Dalam penerapannya, IPA juga memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, baik dalam hal manusia mengembangkan berbagai teknologi yang dipakai untuk menunjang kehidupannya, maupun dalam hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan bermasyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, struktur IPA juga tidak dapat dilepaskan dari peranan IPA dalam hal tersebut.
Osborne & Dillon (2008) menyatakan “…that the primary goal of science education cannot be simply to produce the next generation of scientist.” Bahwa tujuan utama dari pendidikan IPA tak hanya sesederhana memproduksi generasi ilmuan di masa yang akan datang saja. Lebih lanjut dikemukakan “ … and that this needs to be an education that will develop an understanding of the major explanatory themes that science has to offer and contribute to their ability to engage critically with science in their future lives.” Yang secara singkat berarti ilmu pengetahuan ini dibutuhkan untuk mengembangkan pengertian anak tentang berbagai penjelasan peristiwa di alam dan juga memberikan kontribusi terhadap kemampuan anak di masa yang akan datang.
Hakikat IPA yang dinyatakan oleh Sri Sulistyorini (2007:9) dapat
dipandang dari segi produk, proses dan pengembangan sikap. Artinya,
belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk) dan dimensi
pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling
terkait. Ini berarti proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung
ketiga dimensi tersebut.
Sedangkan hakikat IPA menurut Depdiknas (2006) meliputi empat unsur utama yaitu:
1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup,
serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;
2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode
ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau
percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang
kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses
kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan
dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang
telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri:
objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif.
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa IPA adalah sebuah proses
memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam yang meliputi aspek
biologi, fisis dan khemis. Sedangkan hakikat IPA dapat dipandang
sebagai sikap, proses, produk serta aplikasi pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari yang keseluruhannya saling terkait secara erat.
b. Pembelajaran IPA
Pembelajaran sering juga disebut dengan belajar mengajar sebagai terjemahan dari istilah “instructional” yang terdiri atas dua kata yaitu belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sesuai yang dinyatakan Nana Sujana (2004:28), Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada dalam individu.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2007:57). Pembelajaran bisa juga diartikan sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa agar siswa dapat belajar dengan lebih aktif (Dimyati dan Mudjiono, 2002:113 ).
Menurut Syaiful Sagala (2007:63) pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa untuk sekedar mendengar, mencatatkan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu akan dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan pengertian bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen (Pusat Kurikulum, 2006).
Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan
keterampilan proses penyelidikan atau “inquiry skills” yang meliputi
mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun
hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide
pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta
mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar,
lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses
dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur,
sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat,
disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja,
dan bekerja sama dengan orang lain.
Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan
pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan
pengukuran berbagai besaran fisis, (2) menanamkan pada peserta didik
pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah
(hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap
kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3)
latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika,
yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang
berkaitan dengan peristiwa alam, (4) memperkenalkan dunia teknologi
melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan
alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA
dalam menjawab berbagai masalah.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses belajar yang dibangun oleh guru ini diharapkan mampu membangun karakteristik mental siswa dan juga keaktifan siswa dalam memperoleh pengetahuan yang mereka butuhkan. Sedangkan pembelajaran IPA di fokuskan pada proses inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik mendapatkan pemahaman tentang gejala-gejala yang terjadi di alam sekitarnya.
Post a Comment